Seksualitas: Madu atau Racun?

Madu bagi seseorang bisa jadi racun bagi yang lainnya Ini berlaku juga buat seksualitas. Ambil contoh: libido si suami tinggi banget, tapi istrinya sering ogah2an diajak ‘gituan’ dan sering tidak membalas kemesraan dan romantisme suami.

Suami sering ingin ‘pacaran’ dan nempeeell terus kayak perangko, tapi istrinya bilang, “mas, enggak usah nempel terus dong kan sumuk/ panas…” Suaminya senyum2, “yah.. kalo sumuk ya mending kita buka baju dong ma”. Istrinya cuman diem dan ngeloyor pergi aja. Pura2 sibuk di dapur (padahal biasanya juga enggak pernah masak). Sang suami agak cemberut dan ada sedikit ‘gesekan’ dalam hati kecilnya. “Kok enggak kayak di pelem2 Holiwud ya? Biasanya istri tuh selalu hangat dan malahan hot kalo suaminya mau roman2an… Yo wis, wong aku nikahnya sama lokal. Wong impor kan juga mahal… Hush!! kok malah ngelantur kemana2…”

Kalo ini terjadi berulang kali, ini bisa menjadi racun dunia (kata Changcuter).. Suami jadi males senyum (secara alami), senyum aja mesti dipaksa-paksain. Sampai2 istrinya bisa bilang, “Papah tuh pinginnya gituan terus, apa gak bosen? Dasar deh otaknya ngeres dong. (PS: ini contoh pemakaian kata seru model Betawi yang enggak pas, tapi gapapa, yang penting rame di blog..).

Suami sering mangkel, tapi ditahan dalam hati saja. Dia enggak terima kalo dikatain otaknya ngeres (padahal iya ya). Enggak ding, menurut penelitian, banyak sekali orang yang ingin lebih banyak disentuh dan menyentuh. Dan ini dianggap oleh pasangannya itu sebagai orang yang pinginnya ‘main..’ terus alias ‘hiperseks’

Tapi ini tidak benar, orang yang ‘haus sentuhan’ tidak selalu ingin bercinta dan berhubungan seks, yang mereka butuhkan adalah sentuhan yang intim, intens, dan indah. (Caila… pake ‘in’ semua suku kata depannya.. hebat ya saya.. hehe).

Disinilah pasangan itu butuh konseling, butuh seorang profesional yang bisa ‘netral’ dalam meng’hakimi’ mereka. Masalah kecil dalam seksualitas pasutri bisa jadi bom waktu yang siap meledak sewaktu2. Lihat aja angka perceraian di Eropa dan Amerika meningkat pada pasangan di usia matang (50-55 tahun). Banyak istri meninggalkan suami, dan juga sebaliknya, suami meninggalkan istrinya setelah selesai membesarkan anak2 mereka. Alasannya karena tugas membesarkan anak sudah selesai, dan mereka sudah tidak tahan lagi dalam menghadapi perbedaan di antara mereka. Salah satunya (dan mayoritas) adalah karena tingginya libido yang satu dan rendahnya libido yang lain.

Saya kasih contoh di atas suaminya yang libido tinggi, dan istrinya libido rendah, itu cuma ilustrasi yang paling banyak. Ada juga sih yang sebaliknya, istrinya yg libido tinggi, tapi itu lebih jarang. Ini karena kultur timur yang ‘menekan’ ekspresi wanita dalam hal seksualitas, dan juga apapun.

How much enough is enough? Well, semua bisa dibicarakan. Cari titik temunya, dan Roma tidak dibangun dalam satu hari. Ini perlu keringat, air mata, dan tentunya gores-gores luka dalam hati. Artinya: hati yang ndableg, jangan cepet putus asa dan minta cerai, jangan buru2 selingkuh. Doa yang tak putus2. Dan jangan lupa, segera konseling dulu deh. Minimal ada support dari seorang konselor, edukator, whatever its name. Yang netral.

@@ Rehab Your Sex Life! by Dr Andi Sugiarto, SpRM

Ma, aku ini asalnya dari mana?

Anak: Ma, aku ini asalnya dari mana?

Mama: (bingung mau jawab apa..)

Anak: Ma, aku ini asalnya dari mana?

Mama: (menyusun kata-kata) Nak, kamu itu dari perut mama. Mama itu punya sel telur dan Papa punya spermatozoa. Lalu karena Papa dan Mama saling sayang dan saling cinta, sel telur dan spermatozoa itu bercampur dan terjadilah pembuahan. Lalu hasil pembuahan sel telur dan spermatozoa itu menempel di dalam rahim yang ada dalam perut Mama. Selama sembilan bulan, embryo itu tumbuh semakin besar dan menjadi bayi, yaitu kamu. Lalu setelah sembilan bulan, bayi itu siap untuk lahir, yaitu lewat lubang dalam badan mama, yaitu vagina mama.

Memangnya kenapa sih kamu tanya2 begitu?

Anak: Ya ma, soalnya saya kemarin ditanya begitu sama ibu guru. Saya enggak bisa jawabnya. Lalu si Anto teman saya, jawab begini, ” Anto asalnya dari Solo, bu Guru.”

Mama: (*pucat pasi*) Nak, mama mau minum dulu ya. (Ngeloyor sambil siap mau nelpon papanya anak2*) Papaaaaaaah……………..!!!!!

Wah wah wah…

/diceritakan ulang dari joke lama. Sumber: lupa/

@@ Rehab Your Sex Life by Dr Andi Sugiarto, SpRM

Perlunya Pendidikan Seksualitas untuk atasi seks bebas

Di Kompas Jateng hari ini tanggal 12 Agustus 2008 ada berita yang mengatakan bahwa perlunya pendidikan seksualitas yang lebih terstruktur dan masuk ke dalam muatan lokal kurikulum. Menurut hemat saya, memang sudah saat Jawa Tengah dan Semarang khususnya memasukkan pendidikan seksualitas ke dalam kurikulum, minimal muatan lokal. Karena seks bebas semakin marak saja, belum lagi ekses negatif yang ditimbulkannya, misalnya penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah, pelacuran terselubung pada siswa sekolah menengah, perek, HIV/ AIDS. Ini semua membuka pintu gerbang ke arah kemaksiatan berikutnya yaitu kejahatan, minuman keras, pelacuran, narkoba. Seks memang merupakan pintu awal bagi masuknya segala kejahatan.

Ini tercermin dari banyaknya sms dan pertanyaan yang masuk ke saya pada saat mengasuh acara seksologi baik di radio maupun televisi, serta pertanyaan via email. kebanyakan mereka menanyakan bagaimana supaya tidak hamil pada saat berhubungan intim dengan pacarnya. Juga bagaimana sih, dok, memuaskan pacar saya. Bagaimana melakukan oral seks, apakah bisa hamil bila melakukan oral seks.

Well, semua itu harus kita cermati, atasi, dan sikapi dengan benar-benar bijak. Jangan sampai kalau sudah kebablasan dan sudah terlanjur menjadi penyakit masyarakat, baru kita bingung seperti kebakaran jenggot. Pendidikan seksualitas menjadi sangat crucial pada saat ini. Kita harap bisa mengantisipasinya dengan bermacam upaya. Sebagai praktisi dan sex educator, tentunya saya dan teman2 di ASI (Asosiasi Seksologi Indonesia) akan berupaya mengarahkan pengetahuan seks masyarakat ke arah yang positif, misalnya dengan cara memperbanyak edukasi di media televisi, radio, koran, dan juga seminar/ penyuluhan. Yang namanya seminar/ penyuluhan itu sangat luas, misalnya di sekolah2, di pertemuan PKK, arisan ibu2/ bapak2. dan banyak lagi. Untuk itu, kami pribadi membuka diri untuk dipanggil memberikan penyuluhan di mana pun, tidak terbatas tempatnya.

Saya pun punya anak yang beranjak remaja, siapa lagi yang harus ikut membina seksualitas remaja, kalau tidak kita mulai sendiri, dengan apa yang kita bisa.

Hormon Testosteron bikin panjang umur?

Nih coba baca sendiri ya.. sekali-sekali bahasa Inggris dong, jangan sampe lupa:

Low Testosterone Levels Increase Mortality Risk in Men

Bryan DeBusk, PhD

June 18, 2008 (San Francisco) — A population-based cohort study has demonstrated a link between low levels of testosterone and increased risk for mortality from all causes in adult men of all ages.
Robin Haring, a doctoral candidate with the Institute for Community Medicine and the Department of Internal Medicine at Ernst-Moritz-Arndt University in Greifswald, Germany, presented the results here at the ENDO 2008, the Endocrine Society 90th Annual Meeting.

“When we compared survival times of men with low testosterone levels to men with higher testosterone levels, we found that men with low testosterone had significantly lower survival,” Mr. Haring told Medscape Diabetes & Endocrinology. “From our analysis, we concluded that men with testosterone levels lower than 8.7 nmol/L had a 2-fold increased risk of death.”

Mr. Haring and colleagues at the university recruited 1954 men aged 20 to 89 years through the Study of Health in Pomerania initiative and followed the participants for an average of 7.2 years through August 2007. Participants were classified as having low (<8.7 nmol/L) or high (??8.7 nmol/L) testosterone levels, and the researchers compared all-cause and cause-specific mortality between the 2 groups.

During the follow-up period, 226 deaths occurred in the study population. After adjusting for age and other risk factors, the researchers determined that participants with low testosterone had a significantly higher risk for all-cause mortality than their normal-testosterone counterparts (hazard ratio, 2.6; 95% confidence interval, 1.6 ?C 4.1; P < .001).

In a more specific analysis of causes of mortality, the researchers found that men with low testosterone levels were at increased risk for death from cancer and cardiovascular disease but not respiratory disease. The men in the low testosterone group tended to be older and had higher prevalence of diabetes, hypertension, and metabolic syndrome, and Mr. Haring acknowledged the challenge in determining whether low testosterone was a cause or effect of the cardiovascular risk factors.

Hugh Jones, MD, lead investigator of a study presented in a related session and a consultant physician and endocrinologist in the Barnsley Hospital Center for Diabetes & Endocrinology at the University of Sheffield, United Kingdom, said that the study by Mr. Haring and colleagues underscores the importance of treating men with low testosterone levels even in the absence of symptoms.

“A large proportion of younger men with obesity and low testosterone don’t have symptoms,” Dr. Jones explained. “What we’re doing now is treating classical hypogonadism by definition according to the published international guidelines.”

Mr. Haring and Dr. Jones have disclosed no relevant financial relationships.

ENDO 2008: The Endocrine Society 90th Annual Meeting: Abstract OR35-1. Presented June 17, 2008.

Disfungsi Ereksi: makin lama pasiennya makin muda ya?

rehab seks seksual rehabilitasi disfungsi ereksi impotensi andi sugiartoTahun 90an sejak saya praktek seksologi, pasien disfungsi ereksi yang datang biasanya usia 50 an tahun. Begitu saja pun mereka/ pasien itu merasa bahwa sebetulnya mereka masih muda dan sebetulnya belum perlu menderita penyakit ini. Tapi kemudian tahun 99an akhir saya berpraktek, yang datang itu lebih muda lagi, usianya rata-rata 40an tahun. Wah, saya pikir ini bencana deh.. mosok yang disfungsi ereksi itu tambah lama tambah muda.

Tapi, jangan tanya: sekarang ini yang datang ke saya, mulai usia 30an tahun sudah banyak yang terkena disfungsi ereksi dan juga ejakulasi dini. Well, well, well, gimana ini? Apakah saya harus baca kitab primbon atau karya pujangga lama, atau ramalan …. siapa tuh, Negara kertagama, atau, Ronggowarsito, atau siapa ya pujangga yang suka ngeramal tuh, (dulu yang yang ngeramal No-To- ne-go-ro)… whatever deh.

Berarti saya harus benar-benar deh mereview kembali tulisan-tulisan saya tentang penyebab disfungsi ereksi, dan juga tentang ejakulasi dini.

Pertanyaannya: berarti apa penyebab utama dari pasien muda (30an tahun) ini sehingga mengalami disfungsi ereksi?

OK, OK, saya akan buka buku lagi, kurangi tidur siang saya dan menulis dari awal lagi tentang etiologi dan patofisiologi disfungsi ereksi.

Besok kalo sudah selesai, akan kutambahkan di sini ya…

@@posted by Dr Andi Sugiarto, SpRM for Rehab Your Sex Life!