Jeng, Kopi opo Jahe?
Mas, teh wae…….
Jeng, Pipi opo Lambe?
Mas, kabeh wae……
Pantun di atas menyiratkan bahwa wanita pun mulai berani menyuarakan apa mau mereka. Emansipasi wanita bukan melulu berarti wanita berteriak-teriak minta disamakan dengan pria. Emansipasi wanita lebih berarti wanita bisa menempatkan diri pada posisi yang sejajar dengan pria, dan sesuai dengan fungsi, kemampuan dan kodratnya.
Sebetulnya bidang seksologi pun sudah memfasilitasi emansipasi ini dalam bentuk yang paling dalam, paling pribadi. Sepasang pria dan wanita dapat mencurahkan segala ekspresi kasih sayang mereka bila saling menghargai dan saling ‘mempersilahkan’ satu sama lain.
Bila pria mau hidup bersama (togetherness) dengan wanita, dan bukannya “hidup bersama” (live together) yang konotasinya adalah lebih ke arah dorongan duniawi belaka, maka niscaya kekerasan dalam rumah tangga berkurang dan berlimpahlah kebahagiaan suami istri dan kemesraan yang utuh.
Dengan demikian, wanita tidak perlu repot-repot demo dan unjuk rasa untuk unjuk gigi mereka, pria dengan senang hati berorientasi kebahagiaan bersama.
Habis gelap terbitlah terang,
Habis diusap terbitlah sayang.